Tugas Mata
kuliah Filsafat kali ini membaca buku Mengajar untuk Mengubah Hidup karangan Howard G Hendricks, (2011), Bagus nih bukunya.. Setiap
pengajar menyadari bahwa mengajar bukan hanya proses pemindahan pengetahuan
dari kepala ke kepala namun mengajar adalah proses seluruh pribadi seseorang
yang diubahkan oleh anugrah supernatural Allah, yang memancar ke luar untuk
mengubah para pembelajar dengan anugrah yang sama.Jadi mengajar ga cukup hanya pemindahan pengetahuan dari kepala ke kepala tapi harus lebih dalam lagi yaitu dari hati ke hati.. yupss supaya nama Tuhan dipermuliakan..
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dasar
tugas teologis Pendidikan Agama Kristen terdapat dalam Amanat Agung Tuhan Yesus. “Karena itu pergilah,
jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak
dan Roh Kudus ,dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah
Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai
kepada akhir zaman" (Matius 28:19-20).4
Perhatikan
perintah-perintah Tuhan Yesus Kristus kepada para murid-Nya sebelum
kenaikan-Nya ke Surga, yaitu “pergilah”, “jadikanlah semua bangsa muridku”,
“baptislah”, dan “ajarlah”. Dengan kata lain ada tiga hal yang harus dilakukan
murid Kristus, yaitu memberitakan Injil, membaptis, dan mengajar. Pendidikan
Agama Kristen berhubungan dengan mengajar. Sasaran menginjil, membaptis dan
mengajar adalah menjadikan mereka sebagai murid Kristus.
Ada
banyak orang yang beranggapan bahwa mengajar adalah sebagai pekerjaan yang
mudah, sehingga banyak orang yang mau melakukannya, baik dalam konteks sekolah
maupun jemaat. Beberapa pengajar hanya berfokus pada kegiatan mengajar sebagai
suatu pekerjaan untuk mencari nafkah dan ada juga yang menyadarinya sebagai
panggilan hidup atau suatu pelayanan.
Sebelum
kita melayani orang lain mintalah Allah terlebih dulu melayani kita. Dia hendak
bekerja melalui kita, tetapi Dia tak dapat melakukannya sebelum Dia bekerja di
dalam kita. Dia akan memakai kita
sebagai alatNYa, tetapi Dia mau menajamkan dan membersihkan dulu alat itu agar makin efektif di tanganNya. Pribadi
manusia merupakan sarana mengajar yang efektif karena Allah bisa saja memakai
alat yang jauh lebih efektif dari pada kita untuk menyelesaikan tugas ini tetapi Dia tetap memilih untuk bekerja
melalui kita.
Hal yang ajaib dalam pelayanan
adalah bahwa Allah telah memilih kita untuk mewakiliNya bagi generasi ini. Dia
hendak melakukan perubahan, dan untuk itu, kita menjadi salah satu alatNya yang
penting. Jadi jika kita hendak meningkatkan kemampuan mengajar, kerjakanlah apa
yang dapat kita lakukan untuk meningkatkan sang pengajar itu yaitu diri kita
sendiri.
Pembelajaran sebagai usaha untuk memperoleh perubahan
perilaku Pembelajaran adalah merupakan proses perubahan yang dialami seseorang,
yang melibatkan salah satu atau keseluruhan dimensi kepribadiannya.
Perubahan itu dapat terjadi dalam segi intelek atau kemampun berpikir.
1.2
Rumusan
Masalah
Seorang pengajar tidak hanya mempunyai tugas mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan dan mengevaluasi para pembelajar namun lebih dari itu
pengajar itu harus dapat mengubah
hidup para pembelajar. Pembelajar harus mampu memotivasi pembelajar sehingga
mengalami perubahan dan mampu mencapai tujuan yang diharapkan secara
sadar.
Dari latar belakang diatas penulis ingin mengetahui bagaimana
seorang pengajar dapat mengajar untuk
mengubah hidup para pembelajarnya.
1.3. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini secara umum adalah untuk mengetahui
bagaimana seorang pengajar dapat mengubah hidup para pembelajarnya.
1.4. Manfaat
Penulisan
a. Bagi Para Pengajar
Setiap
pengajar menyadari bahwa mengajar bukan hanya proses pemindahan pengetahuan
dari kepala ke kepala namun mengajar adalah proses seluruh pribadi seseorang
yang diubahkan oleh anugrah supernatural Allah, yang memancar ke luar untuk
mengubah para pembelajar dengan anugrah yang sama.
b. Bagi Dunia
Pendidikan
Baik Pendidikan di Institusi atau di
Gereja-gereja harus menyadari bahwa memilih seorang pengajar harus yang
mempunyai panggilan hidup tidak hanya sekedar tempat untuk mencari nafkah
BAB 2
HUKUM-HUKUM MENGAJAR YANG STRATEGIS
2.1. HUKUM PENGAJAR
Secara sederhana hukum pengajar
adalah “ Jika Kita berhenti bertumbuh hari ini, Kita akan berhenti mengajar
dikemudian hari. Tak ada kepribadian atau metodologi apa pun yang dapat
menggantikan prinsip ini, kita tidak bisa berkomunikasi dari kekosongan. Kita
tidak bisa membagi dari yang tidak kita miliki. Jika kita tifak mengetahui
sesuatu , mengetahuinya dengan sungguh-sungguh kita tidak dapat
menyampaikannya. Hukum ini mengandung filosofi bahwa kita sebagai pengajar
pertama-tama adalah pembelajar, seorang murid diantara para murid, kita sedang
melangsungkan proses belajar, kita masih ada dalam prose situ dan dengan
menjadi pembelajar lagi kita akan melihat proses pembelajaran itu dengan sudut
pandang yang sama sekali baru dan sangat bersifat pribadi.
Kita harus terus berkembang dan
berubah. Firman Tuhan memang tidak berubah tetapi pemahaman kita tentang firman
Tuhan terus berubah karena kita adalah pribadi yang berkembang. oleh karena
itulah Petrus di akhir suratnya yang kedua mengatakan” Bertumbuhlah dalam kasih
karunia dan dalam pengenalan akan Tuhan dan Juru Selamat kita, Yesus Kristus”.
Filosofi ini membutuhkan suatu sikap
tertentu, sikap bahwa kita belum sempurna dalam mengajar. Orang yang menerapkan prinsip mengajar ini selalu
bertanya “ Bagaimana aku bisa menjadi lebih baik?”. Cara belajar ini, selama
kita hidup kita belajar dan selama kita belajar, kita hidup.
Dalam bagian akhir Lukas 6: 40
tertulis: “ Barang siapa telah tamat pelajarannya akan sama dengan gurunya”.
Banyak orang tidak percaya kalau Yesus
mengatakan demikian. Selama bertahun-tahun mereka membaca injil, mereka tidak
pernah memperhatikan hal itu. Tetapi sekarang ayat itu memotivasi mereka untuk
meminta kepada Allah dengan anugrahNya mengubah hidup mereka dan Tuhan
mengubahnya secara drastis.
Sebelum kita melayani orang lain
mintalah Allah terlebih dulu melayani kita. Dia hendak bekerja melalui kita,
tetapi Dia tak dapat melakukannya sebelum Dia bekerja di dalam kita. Dia akan
memakai kita sebagai alatNYa, tetapi Dia
mau menajamkan dan membersihkan dulu alat itu agar makin efektif di tanganNya. Pribadi
manusia merupakan sarana mengajar yang efektif karena Allah bisa saja memakai
alat yang jauh lebih efektif dari pada kita untuk menyelesaikan tugas ini tetapi Dia tetap memilih untuk bekerja melalui
kita.
Hal yang ajaib dalam pelayanan
adalah bahwa Allah telah memilih kita untuk mewakiliNya bagi generasi ini. Dia
hendak melakukan perubahan, dan untuk itu, kita menjadi salah satu alatNya yang
penting. Jadi jika kita hendak meningkatkan kemampuan mengajar, kerjakanlah apa
yang dapat kita lakukan untuk meningkatkan sang pengajar itu yaitu diri kita
sendiri.
2.2 HUKUM PENDIDIKAN
Sebagai
pengajar yang efektif, kita bukan hanya harus mengetahui apa yang akan
diajarkan dan isi pelajaran tetapi juga siapa orang-orang yang akan kita ajar.
Kita tidak boleh hanya tertarik untuk menyampaikan prinsip-prinsip tetapi perlu
sampai mempengaruhi orang.
Hukum
pendidikan mengatakan “cara orang belajar menentukan bagaimana kita mengajar.
Dari hukum ini diartikan bahwa pengajar harus menggairahkan dan mengarahkan
pembelajaran untuk belajar mandiri dan sebagai pedomannya jangan memberitahukan
apa-apa pada orang yang diajarkan dan jangan lakukan apa-apa pada orang yang
diajar agar ia bisa belajar atau melakukannya sendiri. Jadi yang penting
bukanlah apa yang kita lakukan sebagai pengajar. tetapi apa yang dilakukan
pembelajar sebagai hasil ajaran kita.
Defenisi
ini membawa pengajar maupun pembelajar
pada peran-peran yang dirumuskan dengan baik yaitu sebagai berikut:stimulator
dan motivator, bukan pemain tetapi wasit yang menyemangati dan mengarahkan
pemain. Pembelajar terutama adalah investigator, penemu dan pelaku. Sekali lagi
ujian mengajar yang utama bukanlah apa yang kita lakukan atau seberapa baik
kita melakukannya tetapi apa dan seberapa baik yang dilakukan orang lain dan
yang diajar. Pengajar yang baik tidak boleh terfokus pada apa yang mereka
lakukan, tetapi pada apa yang sedang dilakukan murid-muridnya.
Tak
jarang penekanan dalam sistem pendidikan kita sekarang menganggap bahwa
mengajar itu sama dengan memberi tahu, dan menguji sama dengan mengukur muatan
informasi yang dijejalkan. Pengajar hanya tertarik pada seberapa banyak yang
dijejalkan murid ke otaknya, kemudian menuangkannya di atas kertas. Kita
sebenarnya tidak perlu terkesan dengan kehebatan pengetahuan mereka karena yang
terpenting adalah bagaimana buahnya dalam kehidupan mereka.
Banyak
orang yang tidak pernah duduk di bangku perguruan tinggi malah sangat
berpendidikan. Mereka adalah orang-orang bijak yang sudah dan sedang menerima
pendidikan. Mereka mungkin tidak mengetahui segalanya, tetapi apa yang mereka
ketahui mereka terapkan dan Allah memakai mereka sebagai alatNya untuk
menggenapi rencanaNya.
Tekanan
Psikolog Abraham Maslow menunjukkan
ada 4 tahap belajar:
1. Unconscionus
incompetence merupakan tahap dasar tempat orang memulai belajar yaitu Kita
tidak tau dan tidak sadar kalau kita tidak tahu,
2. Conscionus
incompetence dimana kita sadar kalau kita tidak tau dimana biasanya ada orang
lain yang memberi tahu atau adakalanya kita menyadarinya sendiri.
3. Conscionus
competence dimana kita sadar sudah mempelajari sesuatu contohnya ketika pertama
kali menyetir mobil dan kita sadar
melakukannya.
4. Unconscionus
competence dimana kita sudah mahir dan tidak perlu lagi memikirkan bagaimana
melakkukannya contohnya kita masuk mobil, memutar kunci kontak melepas pedal
rem, memasukkan persnelling dan melakukan serangkaian pekerjaan terkoordinir
tanpa memikirkannya bahkan ketika mengemudi mobil kita malah memikirkan hal
lain daripada mengemudi.
Seni mengajar dan kesulitan belajar
adalah membuat orang berada di tahap dasar siklus itu, menempatkan diri di
bagian bawah agar mereka bisa bergerak naik dan memulai proses belajar. Hal ini
tidak mudah bagi pengajar maupun bagi murid-murid tetapi tidak ada pertumbuhan,
tidak ada perkembangan tanpa ada tekanan. tekanan mutlak diperlukan dalam
proses ini. Tekanan yang terlalu banyak memang dapat membuat frustasi, stress
dan cemas namun kalau tekanan terlalu sedikit juga akan membuat mereka apatis.
Allah dengan tujuan IlahiNya akan
bekerja di dalam diri kita dan mengusik keseimbangan hidup kita pada
waktu-waktu tertentu dengan tujuan menumbuhkan kita. Kita sering berdoa, “tuhan
jadikan aku seperti PutraMu,” dan setelah berdoa kehidupan kita justru menjadi
kacau. Kita berseru lagi, “Tuhan apa yang terjadi?” yang terjadi adalah Dia
sedang menjawab doa kita. Ingatlah bahwa Yesus Kristus, Meskipun Dia Anak Allah
telah belajar taat dalam hal-hal yang dideritaNya.
2.3 HUKUM KEGIATAN
Sebagai
Komunikator
Tugas kita
sebagai komunikator bukanlah untuk membuat orang terkesan teapi untuk memberi
pengaruh pada pembelajar, bukan sekedar meyakinkan, tetapi untuk mengubah
pikiran pembelajar. Gereja dan keristenan sering menolak perubahan-perubahan
yang harusnya mereka wujud nyatakan.
Terlibat Maksimal dengan Belajar Maksimal
Kegiatan dalam mengajar bukanlah
tujuan dari mengajar itu sendiri. Kegiatan itu selalu hanyalah sarana untuk
mencapai tujuan. Kegiatan yang bertujuan merupakan kegiatan yang berkualitas.
Kegiatan dapat berupa memberi latihan, belajar dari pengalaman orang lain dan
belajar mengerjakan hal-hal baru.
Jadi
ada korelasi langsung antara belajar dan mengerjakan. Makin seseorang banyak
teribat makin besar potensialnya untuk belajar. Pembelajar yang palinbg baik
adalah yang ikut ambil bagian (partisipator), mereka tidak hanya menonton dari
luar tetapi ikut masuk ke dalam, terlibat sedalam-dalamnya. Mereka juga akan
lebih menikmatinya dibandingkan dengan mereka yang tidak ikut terlibat.
Aku Melakukan dan
Aku Berubah
Pribahasa cina kuno mengatakan:
Aku mendengar
dan aku lupa
Aku melihat dan
aku ingat
Aku melakukan
dan aku mengerti
Jika kita sudah
melakukan kita tidak hanya mengerti namun kita juga akan berubah.
Setiap kali membaca kata mendengar
di Perjanjian Baru, kita juga bisa membacanya dengan kata melakukan, sebab,
Tuhan Yesus menggabungkan kedua kata itu ketika Ia berkata, “ Barang siapa
mendengar perkataanku dan melakukannya Ia mengasihi Aku.. Mengapa kamu
berseru-seru kepadaKu, “ Tuhan.. Tuhan.. padahal kamu tidak melakukan apa yang
aku katakan?” MaksudNya? Berhentilah memanggil aku Tuhan dan mulailah melakukan
apa yang Kuperintahkan kepadamu.”
Sasaran pendidikan kristiani
bukanlah pengetahuan tetapi ketaatan aktif. Dalam hal rohani, lawan ketidaktauan
bukanlah pengetahuan tetapi ketaatan. Dalam pengertian perjanjian baru tahu
tetapi tidak melakukan sama saja dengan tidak tahu sama sekali.
2.4 HUKUM KOMUNIKASI
Komunikasi adalah alasan keberadaan
kita sebagai pengajar dan komunikasi ini merupakan masalah nomor satu dalam
mengajar.
Komunikasi
Membangun Jembatan
Yohanes
4 menceritakan Yesus dan perempuan Samaria. Berilah Aku minum” Kata Yesus.
Perempuan Samaria itu terkejut. “Masakan Engkau, seorang Yahudi, minta minum
kepadaku, seorang Samaria?.” Yesus
mengambil semua inisiatif itu tanpa pamrih. Dia mulai dengan menyingkirkan
semua penghalang ras, agama, jenis kelamin, status sosial dan moral untuk
membangun dasar komunikasi. Inilah proses membangun jembatan. Untuk
sungguh-sungguh menyampaikan informasi harus membangun jembatan.
Menyempurnakan
Komunikasi
Ada 2 hal yang perlu diperhatikan
dalam mengkomunikasikan pesan yang ingin kita sampaikan antara lain:
1. Persiapan
Kita memberi bentuk dan fitur pada pesan
kita. pesan perlu dikemas. Kita juga perlu mempersiapkan pembukaan yaitu
sesuatu yang akan menarik perhatian mereka berupa pertanyaan , kutipan ,
persoalan, sesuatu yang langsung berhubungan dengan permasalahan mereka.
Disamping itu untuk Penutup juga perlu disiapkan kata-kata untuk mengakhiri
komunikasi.
2. Penyampaian
atau presentasi
Diantaranya meliputi ucapan
berbicara dengan jelas sehingga orang lain memahami dengan tepat apa yang kita
katakana.
Gangguan-gangguan
ada terdapat
gangguan-gangguang yang menghambat proses komunikasi yaitu:
1. Berasal dari
diri pendengar.
2. Berasal dari
lingkungan
Umpan Balik
Umpan Balik
membawa kita kembali ke tempat kita memulai. Konsep perasaan tindakan yang
diterjemahkan ke dalam kata-kata. Tetapi kali ini bukanlah konsep perasaan
tindakan dan kata-kata kita melainkan dari para pembelajar.
2.5 HUKUM HATI
Mengajar yang berdampak bukan dari
kepala ke kepala namun dari hati ke hati. Kata hati memiliki banyak arti dan
tergolong jenis sentimental namun kita mengartikannya sesuai dengan tertulis di
Ulangan 6:4-6, Musa berkata” Dengarlah , hai orang Israel: Tuhan itu Allah
kita,Tuhan itu esa! Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan
segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu. Apa yang kuperintahkan kepadamu
pada hari ini haruslah engkau perhatikan (Upon your hearts).” Bagi orang
Ibrani, hati mencakup seluruh pribadi manusia: pikiran, perasaan dan kehendak
seseorang.
Dengan demikian. proses mengajar
adalah proses seluruh pribadi seseorang yang diubahkan oleh anugrah
supernatural Allah, yang memancar ke luar untuk mengubah pribadi-pribadi lain
dengan anugrah yang sama. Mengajar dengan kepala sangatlah mudah, tetapi
mengajar dengan hati jauh lebih sulit, meski pasti akan lebih bermanfaat.
Sesungguhnya itulah mengajar yang mengubah hidup.
Karakter,
Perasaan Belas Kasihan dan Isi
Karakter pengajar adalah hal yang
menghasilkan kepercayaan pembelajar. Faktor kepercayaan ini merupakan komoditas
terbesar kita untuk melakkukan komunikasi. Kepercayaan yang hancur paling sulit
dibangun kembali.
Perasaan belas kasihan pengajar
menghasilkan motivasi pembelajar. Ketika Yesus melihat orang banyak itu,
tergeraklah hatiNya oleh belas kasihan.” Laki-laki dan perempuan, muda-mudi dan
anak-anak semuanya tertarik pada orang yang mengasihi mereka
Isi pelajaran kita menghasilkan
persepsi pembelajar. Kita sebagai pengajar sudah tahu, dan sekarang saya
sebagai pembelajar juga tahu. Saya mengerti hal itu. saya sudahg paham. Hal itu
kini menjadi milik saya. Menyatu menjadi milik saya. Menyatu menjadi bagian
dari diri saya.
Para motivator terhebat, para pengajar
terbesar tidak selalu orang yang memiliki visi yang tinggi. Mereka adalah orang
yang memiliki hati yang besar. Mereka berkomunikasi sebagai pribadi yang utuh
dan berkomunikasi dengan pendengar mereka yang juga sebagai pribadi yang utuh.
Proses Mengajar
Belajar
Mengajar berfokus pada apa yang
dilakukan pengajar dan Belajar berfokus pada apa yang dilakukan pembelajar.
Tetapi ujian efektivitas mengajar bukanlah apa yang dilakukan pengajar
melainkan apa yang dilakukan pembelajar sebagai hasil dari yang pengajar
lakukan.
Belajar berarti berubah dalam
pikiran, perasaan dan prilaku. Jika sudah belajar orang itu tentu berubah.
Paulus menunjukkan hal ini di Roma 8:29, “Sebab semua orang yang dipilihNya
dari semula, mereka juga ditentukanNya dari semula untuk menjadi serupa dengan
gambaran anakNya.
Jangan Pernah
Lupakan Fakta
Kekristenan tidak hanya didasarkan
pada pengalaman( meskipun menghasilkan pengalaman), tetapi pada fakta sejarah.
Menurut Paulus ada 4 fakta sejarah mengenai pokok pemberitaan injil yaitu:
1. Kristus mati
2. Kristus
dikuburkan
3. Kristus
bangkit kembali
4. Kristus
menampakkan diri kepada orang-orang tertentu
Darimana kita
tahu kalau Yesus Mati? Karena Dia dikuburkan. Bagaimana kita tahu Yesus bangkit
kembali? karena Ia menampakkan diri kepada orang-orang tertentu.
2.6 HUKUM MOTIVASI
Hukum Motivasi: Mengajar cenderung
menjadi sangat efektif ketika pembelajar termotivasi dengan tepat. Motivasi
yang tidak tepat seperti ada tujuan yang tidak benar, mencuri, rasa bersalah, berbohong dan masih
banyak lagi yang pada akhirnya akan mengasilkan hasil yang tidak baik.
Ada 2 macam motivasi yaitu: motivasi
instrinsik yaitu motivasi yang berasal dari dalam diri seseorang dan motivasi
ekstrinsik yaitu motivasi dari luar diri seseorang. Sebagai pengajar kita harus
bekerja dari luar untuk membuat sesuatu terjadi di dalam.
Dalam Roma 12:1 Rasul Paulus
mengatakan “karena itu, demi kemurahan Allah aku menasehatkan kamu supaya kamu
mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup.” Setiap kali kita menemukan kata “karena itu”
tentu kita ingin tahu apa yang menyebabkan demikian. Kemudian Kemurahan Allah
yang mana? dan pada akhirnya kita melakukan apa yang Tuhan minta karena kita
sudah dirangkuk dengan kasih Allah melalui apa yang sudah diperbuatNya bagi
kita. Pada akhirnya melakukannya dengan motivasi instrinsik kita.
Sebagai pengajar/motivator kita
perlu membantu orang berkembang menjadi self starter ( pemicu diri sendiri).
Kita mau pembelajar melakukan sesuatu, bukan karena kita meminta atau memaksa
mereka tetapi karena mereka sendiri yang memilih melakukannya. Salah satu cara
terbaik untuk memicu pilihan ini adalah dengan membuat pembelajar menyadari
kebutuhannya. Metode mengajar harusnya banyak menghadapkan pembelajar pada
pengalaman hidup nyata sehingga pembelajar mengerti untuk apa dia harus
mempelajari suatu topik tertentu saat ia menyadari betapa banyaknya yang tidak
diketahuinya.
Latihan yang baik dapat dilakukan
untuk menumbuhkan motivasi pada pembelajar melalui pengalaman latihan yang
benar. Latihan juga dapat dilakukan dengan cara memberi pembelajar tanggung
jawab yang dapat dipertanggungjawabkan.
Pengajar juga dapat membuat orang
tertarik melakukan sesuatu. Pertama pengajar harus mengenal orang yang
diajarnya , biarkan mereka juga mengenal pengajar mereka sehingga pengajar
dapat membangun motivasi mereka secara kreatif berdasarkan pengenalan tersebut.
2.7 HUKUM KESIAPAN
Hukum kesiapan adalah Proses
mengajar- belajar paling efektif ketika pengajar maupun yang diajar telah
dipersiapkan secara memadai. Banyak pengajar yang pergi mengajar tanpa
persiapan yang matang atau bahkan tidak sama sekali. Mereka laksana pembawa
pesan tanpa pesan. Mereka kehilangan semua daya dan semangat yang diperlukan
untuk menghasilkan buah yang berhak kita harapkan dari usaha mereka.
Hukum
kesiapan memberi dasar filosofi untuk pemberian tugas-tugas. Dengan pemberian
tugas sebelum pertemuan perkuliahan pembelajar sudah mengerjakan tugas-tugas
yang terkait dengan topik yang akan dibicarakan sehingga kita pelajaran dimulai
pembelajar tinggal meluruskan jawaban-jawaban dari pertanyaan-petanyaan yang
didiskusikan. Murid-murid sudah menemukan jawaban atas pertanyaan mereka serta
solusi atas persoalan mereka dan terdorong untuk melanjutkan mempelajari bahan
itu sendiri.
BAB III
PERMASALAHAN
3.1 Para pengajar sering
sekali sudah merasa puas dengan cara mengajarnya dan sering melakukan kegiatan
mengajar sebagai kegiatan rutinitas sehari –hari. Bagaimana cara seorang
pengajar meningkatkan kualitas mengajarnya?
3.2 Apa sebenarnya tujuan dasar dari mengajar
sehingga kita harus mengajar dari hati ke hati?
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 CARA
MENINGKATKAN KUALITAS MENGAJAR
1. Miliki
kriteria FAT (Faithful, Available dan Teachable)
Kecakapan akademis kita bukanlah faktor yang menentukan, yang
penting apakah kita setia dalam tugas yang kita emban?, Apakah kita sedia
mengajar tanpa keterpaksaan?, dan apakah kita siap untuk terus belajar?
2. Melakukan
perubahan
Mengajar yang efektif hanya bisa
dilakukan oleh orang yang berubah. Makin kita berubah, makin kita dapat menjadi
alat perubahan dalam hidup orang lain. Jika kita ingin menjadi pembawa
perubahan, kita harus selalu berubah.
Perubahan tidak ada kaitannya dengan
usia seseorang namun yang menentukan hanyalah sikap orang tersebut. Orang-orang
tua tetap bisa menjadi pembelajar yang hebat, namun sayangnya mereka sering
tidak membiasakan diri untuk belajar. Banyak
yang mengatakan tidak bisa berubah karena sudah terlalu tua namun sebenarnya
asalkan ingin menjadi lebih baik proses pembelajaran itu tetap dapat berjalan
seumur hidup kita.
Menjelang akhir hayatnya Rasul
Paulus bekata “ Aku melupakan apa yang dibelakangku dan mengarahkan diri kepada
apa yang ada dihadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk untuk memperoleh
hadiah yaitu panggilan surgawi dari Allah dalam Kristus Yesus” (Filipi 3:13,
14). Disini Paulus terkait dengan masa lalunya secara tepat, Ia tidak sombong
karena keberhasilannya dan tidak putus asa karena kegagalannya. Kita bisa
belajar dari masa lalu, tetapi tak perlu hidup di masa lalu. Paulus terkait ke
masa depan secara tepat, kesanalah ia meletakkan tujuan dan harapannya. Paulus
juga terkait secara tepat dengan masa sekarang “Kini dan di sini” katanya “ aku
berlari-lari” artinya ia sedang meraih tantangan itu.
3.
Mengalami Pertumbuhan Secara Menyeluruh
Untuk meneguhkan komitmen pribadi
kita untuk terus berubah dan berkembang ingatlah bahwa Tuhan Yesus sendiri
bertumbuh dan berkembang. Lukas 2: 52 menjelaskan proses pertumbuhan hidupNya
itu: “ Yesus bertambah besar”.
Dia
bertambah “besar”: Memiliki pertumbuhan
fisik
Dia bertambah
“hikmatNya” : Pertumbuhan intelektual
Dia makin
“dikasihi Allah” : Pertumbuhan rohani
Dia makin “dikasihi manusia : Pertumbuhan sosial dan emosional
Pertumbuhan
rohani hanyalah satu bagian dari keadaan yang lebih menyeluruh. Pertumbuhan
rohani tidak boleh menjadi satu-satunya pertumbuhan yang kita perhatikan.
Pertumbuhan rohani tidak bisa kita kotakkan tersendiri, tetapi harus menyatu
dengan semua aspek kehidupan lainnya. Kita tidak bisa mengabaikan salah satu
aspek tanpa membahayakan pertumbuhan secara keseluruhan dan juga tidak bisa
bertumbuhdi salah satu aspek apa saja tanpa mempengaruhi semua aspek lainnya.
Jangan batasi Yesus Kristus hanya
pada bidang religious tertentu saja namun bangunlah kesadaran bahwa setiap hari
kita bisa makin menyerahkan kendali hidup kita pada Yesus. Inilah yang membuat
hidup orang kristiani menjadi dinamis dan tidak statis. Inilah yang membuat
kita terus bergairah dan tidak datar- datar saja.
Proses
pertumbuhan yang terjadi pada setiap individu berbeda-beda karena mempunyai
latar belakang yang berbeda-beda dan berada pada tingkat pertumbuhan yang
berbeda-beda pula sebagai orang kristiani. Oleh karena itu
membanding-bandingkan merupakan hal yang bersifat kedagingan. Jangan sia-siakan
waktu untuk membandingkan diri sendiri dengan orang lain karena kita bukanlah
orang lain. kita harus kembali ke rancangan Allah terhadap kita. Dalam setiap
bidang kehidupan kita kita harus terus bertanya kepada Tuhan apa yang harus
kita lakukan.
Cara menumbuhkan
dimensi intelektual:
1. Pertahankan
kegiatan belajar dan membaca secara konsisten
2. Ikutilah
Program-program pendidikan yang berkelanjutan.
3. Kenalilah
murid-murid anda
Dimensi Fisik
Dimensi fisik
seringkali merupakan bidang yang paling diabaikan oleh orang-orang krstiani.
Kita cenderung menyangkali kemanusiaan kita. Kita sering tidak meperlakukan
tubuh kita dengan baik, meskipun banyak harapan bagi tubuh seperti halnya bagi
jiwa. Alkitab banyak sekali mengajarkan tentang ini sehingga sungguh heran jika
kita tidak memperhatikannya.
Dimensi fisik
melingkupi masalah keuangan yang terkendali, pengaturan waktu yang bijaksana, masalah
seks yang terkendali, pengontrolan makanan, olah raga secara teratur dan
kebutuhan akan istirahat.
Dimensi Sosial
Penelitiann
tentang relasi yang efektif dalam penginjilan menunjukkan bahwa rata-rata orang
yang baru percaya Kristus hanya berelasi baik dengan rekan –rekannya yang belum
percaya selama dua tahun. Setelah itu ia akan meninggalkan semua teman yang
belum percaya itu atau teman-temannya itu akan meninggalkan dia tetapi biasanya
ia yang akan meninggalkan. Jabatan sebagai orang yang sudah percaya bahkan
mempunyai pelayanan dalam gereja harusnya berperan sebagai garam dan terang
dunia.
Salah satu kelompok masyarakat yang
paling sulit dilibatkan secara konstruktif justru adalah orang-orang kristiani.
Beberapa kelompok kita bahkan sudah
sedemikian kurang waras sampai saling merendahkan. oleh karena itu kita harus
kreatif dalam persahabatan dan pertemanan
kita, serta terbuka pada apa yang akan Allah lakukan dalam hal itu. Kita
juga perlu menjalin hubungan dengan teman-teman dari kelompok usia yang berbeda
mulai dari anak-anak kecil hingga bayi/balita. Jai perluaslah lingkungan
teman-teman kita.
Evaluasilah
Hidup Anda.
Hidup yang tidak dievaluasi bukanlah
hidup yang berarti. Beberapa dosen banyak yang merasa sudah puas dengan hasil
yang sudah dicapainya dan dengan bangga mengatakan sudah mengajar selama 23 tahun. Ancaman
terbesar bagi para pengajar adalah adanya rasa kepuasan dan hanya mengandalkan
pengalaman dalam mengajar. Sebenarnya pengalaman yang tidak dievaluasi
cenderung membuat pengajar lebih buruk karena mengandalkan kekuatannya sendiri
tidak lagi bertanya “ Tuhan bagaimanakah hidupku sekarang, menurut
rancanganMu?”
Setiap evaluasi
atau pemeriksaan diri sendiri harus didasarkan pada tiga pertanyaan:
1. Apa
kekuatan-kekuatanku?
2. Apa kelemahan-kelemahanku?
3. Apa yang
harus berubah dari diriku?
KETIADAAN
TELADAN
Negara kita akhir-akhir ini penuh
dengan orang-orang yang hidup dlam kehancuran. Mereka tidak tahu mengapa Yesus
datang ke bumi dan bahwa Alkitab punya jawaban atas segala persoalan mereka.
Kebutuhan mereka yang mendesak adalah bertemu dengan orang-orang yang mengenal
firman Allah yang hidup yang menjadi Pembelajar tetap Kitab Kehidupan itu dan
yang mempersilahkan Firman itu memerintah mereka sehingga mereka makin membenci
yang dibenci Allah serta mengasihi yang dikasihi Allah. ketika mereka menerima
kebenaran itu secara pribadi, kebenaran itu mengubah mereka sehingga kehidupan
mereka memberi dampak yang nyata.
4.2 TUJUAN DASAR MENGAJAR
Kita harus mempunyai tujuan-tujuan
yang jelas dalam mengajar dan tahu bagaimana memberikan pendidikan yang benar
kepada murid-murid. Ada 3 tujuan dasar yang harus benar-benar kita renungkan
dalam mengajar yaitu:
1. Ajarlah orang
lain cara berpikir
Jika hendak mengubah seseorang
secara permanen pastikan cara berpikirnya juga berubah bukan hanya prilakunya.
Jika kita hanya mengubah prilakunya ia tidak akan mengerti alasannya berubah
dan perubahan itu hanya bersifat dangkal dan biasanya tidak bertahan lama.
Tugas
kita sebagai pengajar adalah merentangkan pikiran manusia yang ibaratnya pita
karet, begitu kita merentangkannya ia tidak akan kembali seperti
semula.Merentangkan pikiran tidak hanya sekedar membahas persepsi-persepsi yang
disusun kembali namun merupakan proses menanam benih yang akan bertumbuh
kembang dan pada akhirnya akan menghasilkan buah. Buah yang dihasilkan tidak
pernah diketahui kapan munculnya. Jika kita renungkan orang-orang yang kita
ingat sebagai pengajar terhebat dalam hidup kita kemungkinan adalah orang-orang
yang menanam benih dan kita masih terus menghasilkan tuaian dari benih
tersebut.
Mengajar
yang baik dan pendidikan yang benar sebenarnya merupakan serangkaian momen
kesiapan untuk belajar. Ada dinamika waktu yang tak terduga di dalamnya
sehingga ketika kita menerobos masuk ke hati dan pikiran seseorang, kesiapan
untuk belajar sering sekali sudah ada di sana. Markus 4 adalah sebuah ilustrasi
klasik, perumpamaan tentang penabur. Penaburnya sama, benihnya juga sama,
tetapi pada setiap kasus tanahnya berbeda. Hal ini berbicara mengenai tanggapan
tiap orang berbeda-beda. Segala sesuatu tergantung pada tanggapan individu.
Apapun
yang kita lakukan bersiaplah memanfaatkan semaksimal mungkin momen kesiapan
untuk belajar dengan membantu pribadi-pribadi yang responsive untuk belajar
berpikir. Jika kita hendak mengajar orang tentang cara berpikir kita sendiri
semestinya sudah tahu cara berpikir itu. Kita hanya perlu menghadapkan mereka
pada fakta bahwa mereka adalah manusia yang tahu cara berpikir dan memiliki
pikiran luar biasa sehingga mereka harus memakai pikiran mereka untuk menguasai
topik yang kita ajarkan.
Kekristenan
sering mendapat kritik negatif secara intelektual. Meskipun tidak bisa
dibenarkan, banyak orang menganggap kekristenan itu hanya untuk orang yang
tidak banya berpikir. Mereka pikir menjadi orang kristiani berarti kita tidak
harus memakai otak kita. Padahal Yesus mengingatkan bahwa kita harus mengasihi
Tuhan dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap kekuatan dan pikiran kita.
Dengan demikian tidak ada orang kristiani yang bisa mengikut Kristus tanpa
menggunakan pikiran.
2. Ajarilah
Orang Cara Berpikir
Ciptakanlah para pembelajar yang
akan terus melangsungkan proses belajar itu selama sisa hidup mereka. Belajar
selalu merupakan sebuah proses. Proses yang berlangsung sepanjang waktu. Selama
Kita hidup kita belajar. Berhenti belajar hari ini berarti besok kita berhenti
hidup. Belajar merupakan proses yang menggairahkan karena proses ini yang akan
membuat kita tetap hidup.
Belajar tidak hanya merupakan proses
yang menggairahkan tetapi juga logis. Proses belajar disebut juga proses
sintesis dimana gerakannya dimulai dari gambaran keseluruhan lalu ke
analisis bagian-bagian memerincinya satu
per satu, m,enemukan maknanya dalam keseluruhan lalu kembali lagi dalam
keseluruhan sampai setiap orang yang sudah melalui proses ini akan berpikir, “
Sekarang aku sudah paham dan dapat memanfaatkannya.”
Disamping menggairahkan dan logis,
belajar juga merupakan proses menemukan. Kebenaran selalu menjadi sangat
bermanfaat dan produktif jika kita menemukannya sendiri. Program pendidikan di
gereja-gereja sering memberi bunga yang sudah layu dari pada mengajar mereka
bertumbuh dari firman Allah yang hidup. Pengajar di gereja- gereja juga harus belajar
menemukan kebenaran firman Allah sendiri melalui pengalaman hidupnya.
3. Ajarilah
orang cara bertindak
Tujauan yang ketiga ini membawa kita
kepada prinsip: jangan melakukan hal-hal yang mampu dikerjakan sendiri oleh
pembelajar. Jangan lupa bahwa tugas kita adalahmembangun orang yang tertib,
disiplin dan yang melakukan sesuatu karena mereka memilih untuk melakukannya.
Karena itu kita harus lebih banyak menyediakan waktu untuk untuk mempertanyakan
jawaban-jawaban daripada untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan. Tugas pengajar
bukanlah memberi jawaban yang cepat dan mudah, solusi obat paten yang tidak
mujarab dalam kehidupan nyata. Akan jauh
lebih baik apabila pembelajar meninggalkan kelas dengan berbagai pertanyaan
yang mereka gumuli dan bicarakan serta dengan berbagai masalah yang ingin
sekali mereka temukan solusinya sampai minggu berikutnya. Dengan demikian kita
sudah membuat suatu pendidikan berlangsung bukan hanya menghasilkan para
pembelajar yang hanya tinggal memperoleh jawaban. Oleh karena itu pastikanlah
untuk membuat orang bertindak.
KETERAMPILAN-KETERAMPILAN
DASAR
Ada 4 keterampilan dasar yang harus
dikuasai oleh orang-orang yang hendak berpikir,belajar dan bertindak yaitu:
1. Membaca
Gereja-gereja saat ini sangat
membutuhkan orang-orang yang membaca. Gereja harus mengajarkan kebiasaan
membaca kepada jemaatnya. Pada saat ini orang-orang lebih tertarik menonton
televisi daripada membaca padahal kecanduan televisi tidak hanya mengurangi
kemampuan dalam membaca,tetapi juga kemampuan untuk berpikir dan berkreasi.
Seorang pengajar harus dapat mengembangkan keterampilan membaca dalam diri
seseorang.
2. Menulis
2. Menulis
Kelanjutan dari keterampilan membaca
adalah menulis. berilah kesempatan-kesempatan kreatif untuk pembelajar
mengekspresikan dirinya di atas kertas. Kita akan terpesona akan sebagian
hasilnya.
3. Mendengarkan
Mendengarkan merupakan keterampilan
yang lebih sulit, seni yang lebih tinggi dan lebih krusial tetapi kita jarang
mengajar orang tentang cara mendengarkan apalagi memberi contoh pada
mereka.Rata-rata pelaku bisnis menghabiskan 70% waktunya untuk mendengatkan. Di
sekolah teologia ada pelajaran hemiletika yaitu ilmu menyiapkan dan
menyampaikan kotbah dan hasilnya adalah berkotbah. Namun apa gunanya berkotbah
kalau tidak ada yang mendengarkan?.
4. Berbicara
Pelatihan di bidang berbicara ini
idealnnya sudah dimulai para orang tua sejak dini dalam keluarga. Anak-anak
mulai didorong untuk berani berbicara di depan orang lain sejak usia 3,4 atau 5
tahun. Selanjutnya ajaklah mereka keluar rumah, ke tempat-tempat yang membuat
mereka punya kesempatan untuk menceritakan iman mereka. Kita belajar berbicara
dengan cara berbicara.
BELAJAR DARI
KEGAGALAN
Kegagalan adalah bagian yang
terpenting dari proses belajar. Seperti anak kecil yang sedang belajar berjalan
akan berusaha berdiri, melangkah, berjalan sempoyongan dan terjatuh tetapi ia
akan bangkit lagi sementara orang tuanya mengulurkan tangan sambil memberi
semangat. Anak tersebut tetap akan bangkit dan terus berusaha belajar berjalan.
Murid-murid Tuhan Yesus juga merasakan kegagalan mengusir setan ketika diutus
berdua-dua.Kegagalaaan yang dialami muris-murid itu justru menjadi salah satu
pengalaman belajar yang paling baik.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. KESIMPULAN
1. Terdaspat 7 prinsip dasar mengajar yang
dapat mengubah hidup yaitu:
T(Teacher) – Hukum Pengajar : Jika Anda berhenti bertumbuh
hari ini, Anda akan berhenti mengajar esok.
E( Education) – Hukum Pendidikan : Bagaimana orang belajar
menentukan bagaimana Anda mengajar.
A(Activity) – Hukum Kegiatan : Belajar yang maksimal
selalu merupakan hasil dari keterlibatan yang maksimal.
C(Communication) – Hukum Komunikasi : Agar sunguh-sungguh
menyampaikan informasi, harus membangun jembatan.
H ( Heart) – Hukum Hati : Mengajar yang berdampak bukanlah
dari kepala ke kepala tapi dari hati ke hati
E ( Encouragement) – Hukum motivasi: Mengajar cenderung
menjadi sangat efektif ketika pembelajar termotivasi dengan tepat
R ( Readiness) – Hukum kesiapan: Proses mengajar –belajar
paling efektif ketika pengajar maupun yang diajar telah dipersiapkan secara
memadai.
2. Keberhasilan panggilan sebagai pengajar terletak
pada keterbukaan kita terhadap kuasa Allah dan pengajar baru bisa dipakaiNya
apabila pengajar terlebih dahulu mempersilahkan Allah mengubah dan
memperbaharui pikirannya.
5.2. SARAN
1. Setiap pengajar harus
bersedia mempersilahkan Allah mengubah hidupnya terlebih dahulu sehingga
benar-benar berdampak nyata pada orang lain
2. Pengajar harus bersedia
melangkah dan membayar harga dengan senang hati untuk dapat mengubah hidup
pembelajarnya
3. Diperlukan kegairahan dan
kepuasan yang efektif dari pada sekedar kepentingan mencari nafkah dan
tujuan-tujuan lain yang kurang berarti.
DAFTAR PUSTAKA
Hendricks,
Howard G (2011), Mengajar untuk Mengubah Hidup, Colorado, PT Gloria Usaha Mulia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar