Kamis, 29 Juni 2017

Rangkuman buku "Mengajar untuk Mengubah Hidup" karangan Howard G Hendricks



Tugas Mata kuliah Filsafat kali ini  membaca buku  Mengajar untuk Mengubah Hidup karangan Howard G Hendricks,  (2011), Bagus nih bukunya.. Setiap pengajar menyadari bahwa mengajar bukan hanya proses pemindahan pengetahuan dari kepala ke kepala namun mengajar adalah proses seluruh pribadi seseorang yang diubahkan oleh anugrah supernatural Allah, yang memancar ke luar untuk mengubah para pembelajar dengan anugrah yang sama.Jadi mengajar ga cukup hanya pemindahan pengetahuan dari kepala ke kepala tapi harus lebih dalam lagi yaitu dari hati ke hati.. yupss supaya nama Tuhan dipermuliakan..




BAB 1
PENDAHULUAN
1.1       Latar Belakang
Dasar tugas teologis Pendidikan Agama Kristen  terdapat dalam Amanat Agung Tuhan  Yesus.  “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus ,dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman" (Matius 28:19-20).4
Perhatikan perintah-perintah Tuhan Yesus Kristus kepada para murid-Nya sebelum kenaikan-Nya ke Surga, yaitu “pergilah”, “jadikanlah semua bangsa muridku”, “baptislah”, dan “ajarlah”. Dengan kata lain ada tiga hal yang harus dilakukan murid Kristus, yaitu memberitakan Injil, membaptis, dan mengajar. Pendidikan Agama Kristen berhubungan dengan mengajar. Sasaran menginjil, membaptis dan mengajar adalah menjadikan mereka sebagai murid Kristus.
Ada banyak orang yang beranggapan bahwa mengajar adalah sebagai pekerjaan yang mudah, sehingga banyak orang yang mau melakukannya, baik dalam konteks sekolah maupun jemaat. Beberapa pengajar hanya berfokus pada kegiatan mengajar sebagai suatu pekerjaan untuk mencari nafkah dan ada juga yang menyadarinya sebagai panggilan hidup atau suatu pelayanan.
Sebelum kita melayani orang lain mintalah Allah terlebih dulu melayani kita. Dia hendak bekerja melalui kita, tetapi Dia tak dapat melakukannya sebelum Dia bekerja di dalam kita. Dia akan memakai  kita sebagai alatNYa, tetapi Dia mau menajamkan dan membersihkan dulu alat  itu agar makin efektif di tanganNya. Pribadi manusia merupakan sarana mengajar yang efektif karena Allah bisa saja memakai alat yang jauh lebih efektif dari pada kita untuk menyelesaikan tugas  ini tetapi Dia tetap memilih untuk bekerja melalui kita.
            Hal yang ajaib dalam pelayanan adalah bahwa Allah telah memilih kita untuk mewakiliNya bagi generasi ini. Dia hendak melakukan perubahan, dan untuk itu, kita menjadi salah satu alatNya yang penting. Jadi jika kita hendak meningkatkan kemampuan mengajar, kerjakanlah apa yang dapat kita lakukan untuk meningkatkan sang pengajar itu yaitu diri kita sendiri.

Pembelajaran sebagai usaha untuk memperoleh perubahan perilaku Pembelajaran adalah merupakan proses perubahan yang dialami seseorang, yang melibatkan salah satu atau keseluruhan dimensi  kepribadiannya. Perubahan itu dapat terjadi dalam segi intelek atau kemampun berpikir.

1.2          Rumusan Masalah
 Seorang pengajar tidak hanya  mempunyai tugas mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan dan mengevaluasi para pembelajar namun lebih dari itu pengajar itu harus dapat mengubah hidup para pembelajar. Pembelajar harus mampu memotivasi pembelajar sehingga mengalami perubahan dan mampu mencapai tujuan yang diharapkan secara sadar.
Dari latar belakang diatas penulis ingin mengetahui bagaimana seorang  pengajar dapat mengajar untuk mengubah hidup para pembelajarnya.

1.3. Tujuan
           Tujuan penulisan makalah ini secara umum adalah untuk mengetahui bagaimana seorang pengajar dapat mengubah hidup para pembelajarnya.

1.4. Manfaat Penulisan
a. Bagi Para Pengajar
Setiap pengajar menyadari bahwa mengajar bukan hanya proses pemindahan pengetahuan dari kepala ke kepala namun mengajar adalah proses seluruh pribadi seseorang yang diubahkan oleh anugrah supernatural Allah, yang memancar ke luar untuk mengubah para pembelajar dengan anugrah yang sama.
b. Bagi Dunia Pendidikan
            Baik Pendidikan di Institusi atau di Gereja-gereja harus menyadari bahwa memilih seorang pengajar harus yang mempunyai panggilan hidup tidak hanya sekedar tempat untuk mencari nafkah

               BAB 2
HUKUM-HUKUM MENGAJAR YANG STRATEGIS
           
2.1. HUKUM PENGAJAR
            Secara sederhana hukum pengajar adalah “ Jika Kita berhenti bertumbuh hari ini, Kita akan berhenti mengajar dikemudian hari. Tak ada kepribadian atau metodologi apa pun yang dapat menggantikan prinsip ini, kita tidak bisa berkomunikasi dari kekosongan. Kita tidak bisa membagi dari yang tidak kita miliki. Jika kita tifak mengetahui sesuatu , mengetahuinya dengan sungguh-sungguh kita tidak dapat menyampaikannya. Hukum ini mengandung filosofi bahwa kita sebagai pengajar pertama-tama adalah pembelajar, seorang murid diantara para murid, kita sedang melangsungkan proses belajar, kita masih ada dalam prose situ dan dengan menjadi pembelajar lagi kita akan melihat proses pembelajaran itu dengan sudut pandang yang sama sekali baru dan sangat bersifat pribadi.
            Kita harus terus berkembang dan berubah. Firman Tuhan memang tidak berubah tetapi pemahaman kita tentang firman Tuhan terus berubah karena kita adalah pribadi yang berkembang. oleh karena itulah Petrus di akhir suratnya yang kedua mengatakan” Bertumbuhlah dalam kasih karunia dan dalam pengenalan akan Tuhan dan Juru Selamat kita, Yesus Kristus”.
            Filosofi ini membutuhkan suatu sikap tertentu, sikap bahwa kita belum sempurna dalam mengajar. Orang yang  menerapkan prinsip mengajar ini selalu bertanya “ Bagaimana aku bisa menjadi lebih baik?”. Cara belajar ini, selama kita hidup kita belajar dan selama kita belajar, kita hidup.
            Dalam bagian akhir Lukas 6: 40 tertulis: “ Barang siapa telah tamat pelajarannya akan sama dengan gurunya”. Banyak orang  tidak percaya kalau Yesus mengatakan demikian. Selama bertahun-tahun mereka membaca injil, mereka tidak pernah memperhatikan hal itu. Tetapi sekarang ayat itu memotivasi mereka untuk meminta kepada Allah dengan anugrahNya mengubah hidup mereka dan Tuhan mengubahnya secara drastis.
            Sebelum kita melayani orang lain mintalah Allah terlebih dulu melayani kita. Dia hendak bekerja melalui kita, tetapi Dia tak dapat melakukannya sebelum Dia bekerja di dalam kita. Dia akan memakai  kita sebagai alatNYa, tetapi Dia mau menajamkan dan membersihkan dulu alat  itu agar makin efektif di tanganNya. Pribadi manusia merupakan sarana mengajar yang efektif karena Allah bisa saja memakai alat yang jauh lebih efektif dari pada kita untuk menyelesaikan tugas  ini tetapi Dia tetap memilih untuk bekerja melalui kita.
            Hal yang ajaib dalam pelayanan adalah bahwa Allah telah memilih kita untuk mewakiliNya bagi generasi ini. Dia hendak melakukan perubahan, dan untuk itu, kita menjadi salah satu alatNya yang penting. Jadi jika kita hendak meningkatkan kemampuan mengajar, kerjakanlah apa yang dapat kita lakukan untuk meningkatkan sang pengajar itu yaitu diri kita sendiri.

2.2 HUKUM PENDIDIKAN
Sebagai pengajar yang efektif, kita bukan hanya harus mengetahui apa yang akan diajarkan dan isi pelajaran tetapi juga siapa orang-orang yang akan kita ajar. Kita tidak boleh hanya tertarik untuk menyampaikan prinsip-prinsip tetapi perlu sampai mempengaruhi orang.
Hukum pendidikan mengatakan “cara orang belajar menentukan bagaimana kita mengajar. Dari hukum ini diartikan bahwa pengajar harus menggairahkan dan mengarahkan pembelajaran untuk belajar mandiri dan sebagai pedomannya jangan memberitahukan apa-apa pada orang yang diajarkan dan jangan lakukan apa-apa pada orang yang diajar agar ia bisa belajar atau melakukannya sendiri. Jadi yang penting bukanlah apa yang kita lakukan sebagai pengajar. tetapi apa yang dilakukan pembelajar sebagai hasil ajaran kita.
Defenisi ini membawa pengajar maupun pembelajar  pada peran-peran yang dirumuskan dengan baik yaitu sebagai berikut:stimulator dan motivator, bukan pemain tetapi wasit yang menyemangati dan mengarahkan pemain. Pembelajar terutama adalah investigator, penemu dan pelaku. Sekali lagi ujian mengajar yang utama bukanlah apa yang kita lakukan atau seberapa baik kita melakukannya tetapi apa dan seberapa baik yang dilakukan orang lain dan yang diajar. Pengajar yang baik tidak boleh terfokus pada apa yang mereka lakukan, tetapi pada apa yang sedang dilakukan murid-muridnya.
Tak jarang penekanan dalam sistem pendidikan kita sekarang menganggap bahwa mengajar itu sama dengan memberi tahu, dan menguji sama dengan mengukur muatan informasi yang dijejalkan. Pengajar hanya tertarik pada seberapa banyak yang dijejalkan murid ke otaknya, kemudian menuangkannya di atas kertas. Kita sebenarnya tidak perlu terkesan dengan kehebatan pengetahuan mereka karena yang terpenting adalah bagaimana buahnya dalam kehidupan mereka.
Banyak orang yang tidak pernah duduk di bangku perguruan tinggi malah sangat berpendidikan. Mereka adalah orang-orang bijak yang sudah dan sedang menerima pendidikan. Mereka mungkin tidak mengetahui segalanya, tetapi apa yang mereka ketahui mereka terapkan dan Allah memakai mereka sebagai alatNya untuk menggenapi rencanaNya.

Tekanan
            Psikolog Abraham Maslow menunjukkan ada 4 tahap belajar:
1. Unconscionus incompetence merupakan tahap dasar tempat orang memulai belajar yaitu Kita tidak tau dan tidak sadar kalau kita tidak tahu,
2. Conscionus incompetence dimana kita sadar kalau kita tidak tau dimana biasanya ada orang lain yang memberi tahu atau adakalanya kita menyadarinya sendiri.
3. Conscionus competence dimana kita sadar sudah mempelajari sesuatu contohnya ketika pertama kali menyetir  mobil dan kita sadar melakukannya.
4. Unconscionus competence dimana kita sudah mahir dan tidak perlu lagi memikirkan bagaimana melakkukannya contohnya kita masuk mobil, memutar kunci kontak melepas pedal rem, memasukkan persnelling dan melakukan serangkaian pekerjaan terkoordinir tanpa memikirkannya bahkan ketika mengemudi mobil kita malah memikirkan hal lain daripada mengemudi.
            Seni mengajar dan kesulitan belajar adalah membuat orang berada di tahap dasar siklus itu, menempatkan diri di bagian bawah agar mereka bisa bergerak naik dan memulai proses belajar. Hal ini tidak mudah bagi pengajar maupun bagi murid-murid tetapi tidak ada pertumbuhan, tidak ada perkembangan tanpa ada tekanan. tekanan mutlak diperlukan dalam proses ini. Tekanan yang terlalu banyak memang dapat membuat frustasi, stress dan cemas namun kalau tekanan terlalu sedikit juga akan membuat mereka apatis.
            Allah dengan tujuan IlahiNya akan bekerja di dalam diri kita dan mengusik keseimbangan hidup kita pada waktu-waktu tertentu dengan tujuan menumbuhkan kita. Kita sering berdoa, “tuhan jadikan aku seperti PutraMu,” dan setelah berdoa kehidupan kita justru menjadi kacau. Kita berseru lagi, “Tuhan apa yang terjadi?” yang terjadi adalah Dia sedang menjawab doa kita. Ingatlah bahwa Yesus Kristus, Meskipun Dia Anak Allah telah belajar taat dalam hal-hal yang dideritaNya.

 2.3 HUKUM KEGIATAN
Sebagai Komunikator
Tugas kita sebagai komunikator bukanlah untuk membuat orang terkesan teapi untuk memberi pengaruh pada pembelajar, bukan sekedar meyakinkan, tetapi untuk mengubah pikiran pembelajar. Gereja dan keristenan sering menolak perubahan-perubahan yang harusnya mereka wujud nyatakan.
 Terlibat Maksimal dengan Belajar Maksimal
            Kegiatan dalam mengajar bukanlah tujuan dari mengajar itu sendiri. Kegiatan itu selalu hanyalah sarana untuk mencapai tujuan. Kegiatan yang bertujuan merupakan kegiatan yang berkualitas. Kegiatan dapat berupa memberi latihan, belajar dari pengalaman orang lain dan belajar mengerjakan hal-hal baru.
Jadi ada korelasi langsung antara belajar dan mengerjakan. Makin seseorang banyak teribat makin besar potensialnya untuk belajar. Pembelajar yang palinbg baik adalah yang ikut ambil bagian (partisipator), mereka tidak hanya menonton dari luar tetapi ikut masuk ke dalam, terlibat sedalam-dalamnya. Mereka juga akan lebih menikmatinya dibandingkan dengan mereka yang tidak ikut terlibat.

Aku Melakukan dan Aku Berubah
            Pribahasa cina kuno mengatakan:
Aku mendengar dan aku lupa
Aku melihat dan aku ingat
Aku melakukan dan aku mengerti
Jika kita sudah melakukan kita tidak hanya mengerti namun kita juga akan berubah.
            Setiap kali membaca kata mendengar di Perjanjian Baru, kita juga bisa membacanya dengan kata melakukan, sebab, Tuhan Yesus menggabungkan kedua kata itu ketika Ia berkata, “ Barang siapa mendengar perkataanku dan melakukannya Ia mengasihi Aku.. Mengapa kamu berseru-seru kepadaKu, “ Tuhan.. Tuhan.. padahal kamu tidak melakukan apa yang aku katakan?” MaksudNya? Berhentilah memanggil aku Tuhan dan mulailah melakukan apa yang Kuperintahkan kepadamu.”
            Sasaran pendidikan kristiani bukanlah pengetahuan tetapi ketaatan aktif. Dalam hal rohani, lawan ketidaktauan bukanlah pengetahuan tetapi ketaatan. Dalam pengertian perjanjian baru tahu tetapi tidak melakukan sama saja dengan tidak tahu sama sekali.

2.4 HUKUM KOMUNIKASI
            Komunikasi adalah alasan keberadaan kita sebagai pengajar dan komunikasi ini merupakan masalah nomor satu dalam mengajar.
Komunikasi Membangun Jembatan
Yohanes 4 menceritakan Yesus dan perempuan Samaria. Berilah Aku minum” Kata Yesus. Perempuan Samaria itu terkejut. “Masakan Engkau, seorang Yahudi, minta minum kepadaku, seorang Samaria?.”  Yesus mengambil semua inisiatif itu tanpa pamrih. Dia mulai dengan menyingkirkan semua penghalang ras, agama, jenis kelamin, status sosial dan moral untuk membangun dasar komunikasi. Inilah proses membangun jembatan. Untuk sungguh-sungguh menyampaikan informasi harus membangun jembatan.

Menyempurnakan Komunikasi
            Ada 2 hal yang perlu diperhatikan dalam mengkomunikasikan pesan yang ingin kita sampaikan antara lain:
1. Persiapan
    Kita memberi bentuk dan fitur pada pesan kita. pesan perlu dikemas. Kita juga perlu mempersiapkan pembukaan yaitu sesuatu yang akan menarik perhatian mereka berupa pertanyaan , kutipan , persoalan, sesuatu yang langsung berhubungan dengan permasalahan mereka. Disamping itu untuk Penutup juga perlu disiapkan kata-kata untuk mengakhiri komunikasi.
2. Penyampaian atau presentasi
            Diantaranya meliputi ucapan berbicara dengan jelas sehingga orang lain memahami dengan tepat apa yang kita katakana.

Gangguan-gangguan
ada terdapat gangguan-gangguang yang menghambat proses komunikasi yaitu:
1. Berasal dari diri pendengar.
2. Berasal dari lingkungan
Umpan Balik
Umpan Balik membawa kita kembali ke tempat kita memulai. Konsep perasaan tindakan yang diterjemahkan ke dalam kata-kata. Tetapi kali ini bukanlah konsep perasaan tindakan dan kata-kata kita melainkan dari para pembelajar.

2.5 HUKUM HATI
            Mengajar yang berdampak bukan dari kepala ke kepala namun dari hati ke hati. Kata hati memiliki banyak arti dan tergolong jenis sentimental namun kita mengartikannya sesuai dengan tertulis di Ulangan 6:4-6, Musa berkata” Dengarlah , hai orang Israel: Tuhan itu Allah kita,Tuhan itu esa! Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu. Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan (Upon your hearts).” Bagi orang Ibrani, hati mencakup seluruh pribadi manusia: pikiran, perasaan dan kehendak seseorang.
            Dengan demikian. proses mengajar adalah proses seluruh pribadi seseorang yang diubahkan oleh anugrah supernatural Allah, yang memancar ke luar untuk mengubah pribadi-pribadi lain dengan anugrah yang sama. Mengajar dengan kepala sangatlah mudah, tetapi mengajar dengan hati jauh lebih sulit, meski pasti akan lebih bermanfaat. Sesungguhnya itulah mengajar yang mengubah hidup.

Karakter, Perasaan Belas Kasihan dan Isi
            Karakter pengajar adalah hal yang menghasilkan kepercayaan pembelajar. Faktor kepercayaan ini merupakan komoditas terbesar kita untuk melakkukan komunikasi. Kepercayaan yang hancur paling sulit dibangun kembali.
            Perasaan belas kasihan pengajar menghasilkan motivasi pembelajar. Ketika Yesus melihat orang banyak itu, tergeraklah hatiNya oleh belas kasihan.” Laki-laki dan perempuan, muda-mudi dan anak-anak semuanya tertarik pada orang yang mengasihi mereka
            Isi pelajaran kita menghasilkan persepsi pembelajar. Kita sebagai pengajar sudah tahu, dan sekarang saya sebagai pembelajar juga tahu. Saya mengerti hal itu. saya sudahg paham. Hal itu kini menjadi milik saya. Menyatu menjadi milik saya. Menyatu menjadi bagian dari diri saya.
            Para motivator terhebat, para pengajar terbesar tidak selalu orang yang memiliki visi yang tinggi. Mereka adalah orang yang memiliki hati yang besar. Mereka berkomunikasi sebagai pribadi yang utuh dan berkomunikasi dengan pendengar mereka yang juga sebagai pribadi yang utuh.

Proses Mengajar Belajar
            Mengajar berfokus pada apa yang dilakukan pengajar dan Belajar berfokus pada apa yang dilakukan pembelajar. Tetapi ujian efektivitas mengajar bukanlah apa yang dilakukan pengajar melainkan apa yang dilakukan pembelajar sebagai hasil dari yang pengajar lakukan.
            Belajar berarti berubah dalam pikiran, perasaan dan prilaku. Jika sudah belajar orang itu tentu berubah. Paulus menunjukkan hal ini di Roma 8:29, “Sebab semua orang yang dipilihNya dari semula, mereka juga ditentukanNya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran anakNya.




Jangan Pernah Lupakan Fakta
            Kekristenan tidak hanya didasarkan pada pengalaman( meskipun menghasilkan pengalaman), tetapi pada fakta sejarah. Menurut Paulus ada 4 fakta sejarah mengenai pokok pemberitaan injil yaitu:
1. Kristus mati
2. Kristus dikuburkan
3. Kristus bangkit kembali
4. Kristus menampakkan diri kepada orang-orang tertentu
Darimana kita tahu kalau Yesus Mati? Karena Dia dikuburkan. Bagaimana kita tahu Yesus bangkit kembali? karena Ia menampakkan diri kepada orang-orang tertentu.

2.6 HUKUM MOTIVASI
            Hukum Motivasi: Mengajar cenderung menjadi sangat efektif ketika pembelajar termotivasi dengan tepat. Motivasi yang tidak tepat seperti ada tujuan yang tidak benar,  mencuri, rasa bersalah, berbohong dan masih banyak lagi yang pada akhirnya akan mengasilkan hasil yang tidak baik.
            Ada 2 macam motivasi yaitu: motivasi instrinsik yaitu motivasi yang berasal dari dalam diri seseorang dan motivasi ekstrinsik yaitu motivasi dari luar diri seseorang. Sebagai pengajar kita harus bekerja dari luar untuk membuat sesuatu terjadi di dalam.
            Dalam Roma 12:1 Rasul Paulus mengatakan “karena itu, demi kemurahan Allah aku menasehatkan kamu supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup.”  Setiap kali kita menemukan kata “karena itu” tentu kita ingin tahu apa yang menyebabkan demikian. Kemudian Kemurahan Allah yang mana? dan pada akhirnya kita melakukan apa yang Tuhan minta karena kita sudah dirangkuk dengan kasih Allah melalui apa yang sudah diperbuatNya bagi kita. Pada akhirnya melakukannya dengan motivasi instrinsik kita.
            Sebagai pengajar/motivator kita perlu membantu orang berkembang menjadi self starter ( pemicu diri sendiri). Kita mau pembelajar melakukan sesuatu, bukan karena kita meminta atau memaksa mereka tetapi karena mereka sendiri yang memilih melakukannya. Salah satu cara terbaik untuk memicu pilihan ini adalah dengan membuat pembelajar menyadari kebutuhannya. Metode mengajar harusnya banyak menghadapkan pembelajar pada pengalaman hidup nyata sehingga pembelajar mengerti untuk apa dia harus mempelajari suatu topik tertentu saat ia menyadari betapa banyaknya yang tidak diketahuinya.
            Latihan yang baik dapat dilakukan untuk menumbuhkan motivasi pada pembelajar melalui pengalaman latihan yang benar. Latihan juga dapat dilakukan dengan cara memberi pembelajar tanggung jawab yang dapat dipertanggungjawabkan.
            Pengajar juga dapat membuat orang tertarik melakukan sesuatu. Pertama pengajar harus mengenal orang yang diajarnya , biarkan mereka juga mengenal pengajar mereka sehingga pengajar dapat membangun motivasi mereka secara kreatif berdasarkan pengenalan tersebut.

2.7 HUKUM KESIAPAN
            Hukum kesiapan adalah Proses mengajar- belajar paling efektif ketika pengajar maupun yang diajar telah dipersiapkan secara memadai. Banyak pengajar yang pergi mengajar tanpa persiapan yang matang atau bahkan tidak sama sekali. Mereka laksana pembawa pesan tanpa pesan. Mereka kehilangan semua daya dan semangat yang diperlukan untuk menghasilkan buah yang berhak kita harapkan dari usaha mereka.
Hukum kesiapan memberi dasar filosofi untuk pemberian tugas-tugas. Dengan pemberian tugas sebelum pertemuan perkuliahan pembelajar sudah mengerjakan tugas-tugas yang terkait dengan topik yang akan dibicarakan sehingga kita pelajaran dimulai pembelajar tinggal meluruskan jawaban-jawaban dari pertanyaan-petanyaan yang didiskusikan. Murid-murid sudah menemukan jawaban atas pertanyaan mereka serta solusi atas persoalan mereka dan terdorong untuk melanjutkan mempelajari bahan itu sendiri.


BAB III
PERMASALAHAN

3.1 Para pengajar sering sekali sudah merasa puas dengan cara mengajarnya dan sering melakukan kegiatan mengajar sebagai kegiatan rutinitas sehari –hari. Bagaimana cara seorang pengajar meningkatkan kualitas mengajarnya?
3.2  Apa sebenarnya tujuan dasar dari mengajar sehingga kita harus mengajar dari hati ke hati?


 
BAB IV
PEMBAHASAN

 4.1 CARA MENINGKATKAN KUALITAS MENGAJAR
1. Miliki kriteria FAT (Faithful, Available dan Teachable)
    Kecakapan akademis  kita bukanlah faktor yang menentukan, yang penting apakah kita setia dalam tugas yang kita emban?, Apakah kita sedia mengajar tanpa keterpaksaan?, dan apakah kita siap untuk terus belajar?
2. Melakukan perubahan
            Mengajar yang efektif hanya bisa dilakukan oleh orang yang berubah. Makin kita berubah, makin kita dapat menjadi alat perubahan dalam hidup orang lain. Jika kita ingin menjadi pembawa perubahan, kita harus selalu berubah.
            Perubahan tidak ada kaitannya dengan usia seseorang namun yang menentukan hanyalah sikap orang tersebut. Orang-orang tua tetap bisa menjadi pembelajar yang hebat, namun sayangnya mereka sering tidak membiasakan diri untuk  belajar. Banyak yang mengatakan tidak bisa berubah karena sudah terlalu tua namun sebenarnya asalkan ingin menjadi lebih baik proses pembelajaran itu tetap dapat berjalan seumur hidup kita.
            Menjelang akhir hayatnya Rasul Paulus bekata “ Aku melupakan apa yang dibelakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang ada dihadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk untuk memperoleh hadiah yaitu panggilan surgawi dari Allah dalam Kristus Yesus” (Filipi 3:13, 14). Disini Paulus terkait dengan masa lalunya secara tepat, Ia tidak sombong karena keberhasilannya dan tidak putus asa karena kegagalannya. Kita bisa belajar dari masa lalu, tetapi tak perlu hidup di masa lalu. Paulus terkait ke masa depan secara tepat, kesanalah ia meletakkan tujuan dan harapannya. Paulus juga terkait secara tepat dengan masa sekarang “Kini dan di sini” katanya “ aku berlari-lari” artinya ia sedang meraih tantangan itu.
3. Mengalami  Pertumbuhan Secara Menyeluruh
            Untuk meneguhkan komitmen pribadi kita untuk terus berubah dan berkembang ingatlah bahwa Tuhan Yesus sendiri bertumbuh dan berkembang. Lukas 2: 52 menjelaskan proses pertumbuhan hidupNya itu: “ Yesus bertambah besar”.
Dia bertambah  “besar”: Memiliki pertumbuhan fisik
Dia bertambah “hikmatNya” : Pertumbuhan intelektual
Dia makin “dikasihi Allah” : Pertumbuhan rohani
Dia makin “dikasihi  manusia : Pertumbuhan sosial dan emosional

Pertumbuhan rohani hanyalah satu bagian dari keadaan yang lebih menyeluruh. Pertumbuhan rohani tidak boleh menjadi satu-satunya pertumbuhan yang kita perhatikan. Pertumbuhan rohani tidak bisa kita kotakkan tersendiri, tetapi harus menyatu dengan semua aspek kehidupan lainnya. Kita tidak bisa mengabaikan salah satu aspek tanpa membahayakan pertumbuhan secara keseluruhan dan juga tidak bisa bertumbuhdi salah satu aspek apa saja tanpa mempengaruhi semua aspek lainnya.
            Jangan batasi Yesus Kristus hanya pada bidang religious tertentu saja namun bangunlah kesadaran bahwa setiap hari kita bisa makin menyerahkan kendali hidup kita pada Yesus. Inilah yang membuat hidup orang kristiani menjadi dinamis dan tidak statis. Inilah yang membuat kita terus bergairah dan tidak datar- datar saja.
Proses pertumbuhan yang terjadi pada setiap individu berbeda-beda karena mempunyai latar belakang yang berbeda-beda dan berada pada tingkat pertumbuhan yang berbeda-beda pula sebagai orang kristiani. Oleh karena itu membanding-bandingkan merupakan hal yang bersifat kedagingan. Jangan sia-siakan waktu untuk membandingkan diri sendiri dengan orang lain karena kita bukanlah orang lain. kita harus kembali ke rancangan Allah terhadap kita. Dalam setiap bidang kehidupan kita kita harus terus bertanya kepada Tuhan apa yang harus kita lakukan.
Cara menumbuhkan dimensi intelektual:
1. Pertahankan kegiatan belajar dan membaca secara konsisten
2. Ikutilah Program-program pendidikan yang berkelanjutan.
3. Kenalilah murid-murid anda
Dimensi Fisik
Dimensi fisik seringkali merupakan bidang yang paling diabaikan oleh orang-orang krstiani. Kita cenderung menyangkali kemanusiaan kita. Kita sering tidak meperlakukan tubuh kita dengan baik, meskipun banyak harapan bagi tubuh seperti halnya bagi jiwa. Alkitab banyak sekali mengajarkan tentang ini sehingga sungguh heran jika kita tidak memperhatikannya.
Dimensi fisik melingkupi masalah keuangan yang terkendali, pengaturan waktu yang bijaksana, masalah seks yang terkendali, pengontrolan makanan, olah raga secara teratur dan kebutuhan akan istirahat.
Dimensi Sosial
Penelitiann tentang relasi yang efektif dalam penginjilan menunjukkan bahwa rata-rata orang yang baru percaya Kristus hanya berelasi baik dengan rekan –rekannya yang belum percaya selama dua tahun. Setelah itu ia akan meninggalkan semua teman yang belum percaya itu atau teman-temannya itu akan meninggalkan dia tetapi biasanya ia yang akan meninggalkan. Jabatan sebagai orang yang sudah percaya bahkan mempunyai pelayanan dalam gereja harusnya berperan sebagai garam dan terang dunia.
            Salah satu kelompok masyarakat yang paling sulit dilibatkan secara konstruktif justru adalah orang-orang kristiani. Beberapa kelompok kita  bahkan sudah sedemikian kurang waras sampai saling merendahkan. oleh karena itu kita harus kreatif dalam persahabatan dan pertemanan  kita, serta terbuka pada apa yang akan Allah lakukan dalam hal itu. Kita juga perlu menjalin hubungan dengan teman-teman dari kelompok usia yang berbeda mulai dari anak-anak kecil hingga bayi/balita. Jai perluaslah lingkungan teman-teman kita.
Evaluasilah Hidup Anda.
            Hidup yang tidak dievaluasi bukanlah hidup yang berarti. Beberapa dosen banyak yang merasa sudah puas dengan hasil yang sudah dicapainya dan dengan bangga mengatakan  sudah mengajar selama 23 tahun. Ancaman terbesar bagi para pengajar adalah adanya rasa kepuasan dan hanya mengandalkan pengalaman dalam mengajar. Sebenarnya pengalaman yang tidak dievaluasi cenderung membuat pengajar lebih buruk karena mengandalkan kekuatannya sendiri tidak lagi bertanya “ Tuhan bagaimanakah hidupku sekarang, menurut rancanganMu?”
Setiap evaluasi atau pemeriksaan diri sendiri harus didasarkan pada tiga pertanyaan:
1. Apa kekuatan-kekuatanku?
2. Apa kelemahan-kelemahanku?
3. Apa yang harus berubah dari diriku?

KETIADAAN TELADAN
            Negara kita akhir-akhir ini penuh dengan orang-orang yang hidup dlam kehancuran. Mereka tidak tahu mengapa Yesus datang ke bumi dan bahwa Alkitab punya jawaban atas segala persoalan mereka. Kebutuhan mereka yang mendesak adalah bertemu dengan orang-orang yang mengenal firman Allah yang hidup yang menjadi Pembelajar tetap Kitab Kehidupan itu dan yang mempersilahkan Firman itu memerintah mereka sehingga mereka makin membenci yang dibenci Allah serta mengasihi yang dikasihi Allah. ketika mereka menerima kebenaran itu secara pribadi, kebenaran itu mengubah mereka sehingga kehidupan mereka memberi dampak yang nyata.



4.2 TUJUAN DASAR MENGAJAR
            Kita harus mempunyai tujuan-tujuan yang jelas dalam mengajar dan tahu bagaimana memberikan pendidikan yang benar kepada murid-murid. Ada 3 tujuan dasar yang harus benar-benar kita renungkan dalam mengajar yaitu:
1. Ajarlah orang lain cara berpikir
            Jika hendak mengubah seseorang secara permanen pastikan cara berpikirnya juga berubah bukan hanya prilakunya. Jika kita hanya mengubah prilakunya ia tidak akan mengerti alasannya berubah dan perubahan itu hanya bersifat dangkal dan biasanya tidak bertahan lama.
Tugas kita sebagai pengajar adalah merentangkan pikiran manusia yang ibaratnya pita karet, begitu kita merentangkannya ia tidak akan kembali seperti semula.Merentangkan pikiran tidak hanya sekedar membahas persepsi-persepsi yang disusun kembali namun merupakan proses menanam benih yang akan bertumbuh kembang dan pada akhirnya akan menghasilkan buah. Buah yang dihasilkan tidak pernah diketahui kapan munculnya. Jika kita renungkan orang-orang yang kita ingat sebagai pengajar terhebat dalam hidup kita kemungkinan adalah orang-orang yang menanam benih dan kita masih terus menghasilkan tuaian dari benih tersebut.
Mengajar yang baik dan pendidikan yang benar sebenarnya merupakan serangkaian momen kesiapan untuk belajar. Ada dinamika waktu yang tak terduga di dalamnya sehingga ketika kita menerobos masuk ke hati dan pikiran seseorang, kesiapan untuk belajar sering sekali sudah ada di sana. Markus 4 adalah sebuah ilustrasi klasik, perumpamaan tentang penabur. Penaburnya sama, benihnya juga sama, tetapi pada setiap kasus tanahnya berbeda. Hal ini berbicara mengenai tanggapan tiap orang berbeda-beda. Segala sesuatu tergantung pada tanggapan individu.
Apapun yang kita lakukan bersiaplah memanfaatkan semaksimal mungkin momen kesiapan untuk belajar dengan membantu pribadi-pribadi yang responsive untuk belajar berpikir. Jika kita hendak mengajar orang tentang cara berpikir kita sendiri semestinya sudah tahu cara berpikir itu. Kita hanya perlu menghadapkan mereka pada fakta bahwa mereka adalah manusia yang tahu cara berpikir dan memiliki pikiran luar biasa sehingga mereka harus memakai pikiran mereka untuk menguasai topik yang kita ajarkan.
Kekristenan sering mendapat kritik negatif secara intelektual. Meskipun tidak bisa dibenarkan, banyak orang menganggap kekristenan itu hanya untuk orang yang tidak banya berpikir. Mereka pikir menjadi orang kristiani berarti kita tidak harus memakai otak kita. Padahal Yesus mengingatkan bahwa kita harus mengasihi Tuhan dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap kekuatan dan pikiran kita. Dengan demikian tidak ada orang kristiani yang bisa mengikut Kristus tanpa menggunakan pikiran.
2. Ajarilah Orang Cara Berpikir
            Ciptakanlah para pembelajar yang akan terus melangsungkan proses belajar itu selama sisa hidup mereka. Belajar selalu merupakan sebuah proses. Proses yang berlangsung sepanjang waktu. Selama Kita hidup kita belajar. Berhenti belajar hari ini berarti besok kita berhenti hidup. Belajar merupakan proses yang menggairahkan karena proses ini yang akan membuat kita tetap hidup.
            Belajar tidak hanya merupakan proses yang menggairahkan tetapi juga logis. Proses belajar disebut juga proses sintesis dimana gerakannya dimulai dari gambaran keseluruhan lalu ke analisis  bagian-bagian memerincinya satu per satu, m,enemukan maknanya dalam keseluruhan lalu kembali lagi dalam keseluruhan sampai setiap orang yang sudah melalui proses ini akan berpikir, “ Sekarang aku sudah paham dan dapat memanfaatkannya.”
            Disamping menggairahkan dan logis, belajar juga merupakan proses menemukan. Kebenaran selalu menjadi sangat bermanfaat dan produktif jika kita menemukannya sendiri. Program pendidikan di gereja-gereja sering memberi bunga yang sudah layu dari pada mengajar mereka bertumbuh dari firman Allah yang hidup. Pengajar  di gereja- gereja juga harus belajar menemukan kebenaran firman Allah sendiri melalui pengalaman hidupnya.
3. Ajarilah orang cara bertindak
            Tujauan yang ketiga ini membawa kita kepada prinsip: jangan melakukan hal-hal yang mampu dikerjakan sendiri oleh pembelajar. Jangan lupa bahwa tugas kita adalahmembangun orang yang tertib, disiplin dan yang melakukan sesuatu karena mereka memilih untuk melakukannya. Karena itu kita harus lebih banyak menyediakan waktu untuk untuk mempertanyakan jawaban-jawaban daripada untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan. Tugas pengajar bukanlah memberi jawaban yang cepat dan mudah, solusi obat paten yang tidak mujarab  dalam kehidupan nyata. Akan jauh lebih baik apabila pembelajar meninggalkan kelas dengan berbagai pertanyaan yang mereka gumuli dan bicarakan serta dengan berbagai masalah yang ingin sekali mereka temukan solusinya sampai minggu berikutnya. Dengan demikian kita sudah membuat suatu pendidikan berlangsung bukan hanya menghasilkan para pembelajar yang hanya tinggal memperoleh jawaban. Oleh karena itu pastikanlah untuk membuat orang bertindak.



KETERAMPILAN-KETERAMPILAN DASAR
            Ada 4 keterampilan dasar yang harus dikuasai oleh orang-orang yang hendak berpikir,belajar dan bertindak yaitu:
1. Membaca
            Gereja-gereja saat ini sangat membutuhkan orang-orang yang membaca. Gereja harus mengajarkan kebiasaan membaca kepada jemaatnya. Pada saat ini orang-orang lebih tertarik menonton televisi daripada membaca padahal kecanduan televisi tidak hanya mengurangi kemampuan dalam membaca,tetapi juga kemampuan untuk berpikir dan berkreasi. Seorang pengajar harus dapat mengembangkan keterampilan membaca dalam diri seseorang.
2. Menulis
            Kelanjutan dari keterampilan membaca adalah menulis. berilah kesempatan-kesempatan kreatif untuk pembelajar mengekspresikan dirinya di atas kertas. Kita akan terpesona akan sebagian hasilnya.
3. Mendengarkan
            Mendengarkan merupakan keterampilan yang lebih sulit, seni yang lebih tinggi dan lebih krusial tetapi kita jarang mengajar orang tentang cara mendengarkan apalagi memberi contoh pada mereka.Rata-rata pelaku bisnis menghabiskan 70% waktunya untuk mendengatkan. Di sekolah teologia ada pelajaran hemiletika yaitu ilmu menyiapkan dan menyampaikan kotbah dan hasilnya adalah berkotbah. Namun apa gunanya berkotbah kalau tidak ada yang mendengarkan?.
4. Berbicara
            Pelatihan di bidang berbicara ini idealnnya sudah dimulai para orang tua sejak dini dalam keluarga. Anak-anak mulai didorong untuk berani berbicara di depan orang lain sejak usia 3,4 atau 5 tahun. Selanjutnya ajaklah mereka keluar rumah, ke tempat-tempat yang membuat mereka punya kesempatan untuk menceritakan iman mereka. Kita belajar berbicara dengan cara berbicara.

BELAJAR DARI KEGAGALAN
            Kegagalan adalah bagian yang terpenting dari proses belajar. Seperti anak kecil yang sedang belajar berjalan akan berusaha berdiri, melangkah, berjalan sempoyongan dan terjatuh tetapi ia akan bangkit lagi sementara orang tuanya mengulurkan tangan sambil memberi semangat. Anak tersebut tetap akan bangkit dan terus berusaha belajar berjalan. Murid-murid Tuhan Yesus juga merasakan kegagalan mengusir setan ketika diutus berdua-dua.Kegagalaaan yang dialami muris-murid itu justru menjadi salah satu pengalaman belajar yang paling baik.


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN
    1. Terdaspat 7 prinsip dasar mengajar yang dapat mengubah hidup yaitu:
           T(Teacher) – Hukum Pengajar : Jika Anda berhenti bertumbuh hari ini, Anda akan berhenti mengajar esok.
           E( Education) – Hukum Pendidikan : Bagaimana orang belajar menentukan bagaimana Anda mengajar.
           A(Activity) – Hukum Kegiatan : Belajar yang maksimal selalu merupakan hasil dari keterlibatan yang maksimal.
           C(Communication) – Hukum Komunikasi : Agar sunguh-sungguh menyampaikan informasi, harus membangun jembatan.
           H ( Heart) – Hukum Hati : Mengajar yang berdampak bukanlah dari kepala ke kepala tapi dari hati ke hati
           E ( Encouragement) – Hukum motivasi: Mengajar cenderung menjadi sangat efektif ketika pembelajar termotivasi dengan tepat
           R ( Readiness) – Hukum kesiapan: Proses mengajar –belajar paling efektif ketika pengajar maupun yang diajar telah dipersiapkan secara memadai.
2. Keberhasilan panggilan sebagai pengajar terletak pada keterbukaan kita terhadap kuasa Allah dan pengajar baru bisa dipakaiNya apabila pengajar terlebih dahulu mempersilahkan Allah mengubah dan memperbaharui pikirannya.

5.2. SARAN
1. Setiap pengajar harus bersedia mempersilahkan Allah mengubah hidupnya terlebih dahulu sehingga benar-benar berdampak nyata pada orang lain
2. Pengajar harus bersedia melangkah dan membayar harga dengan senang hati untuk dapat mengubah hidup pembelajarnya
3. Diperlukan kegairahan dan kepuasan yang efektif dari pada sekedar kepentingan mencari nafkah dan tujuan-tujuan lain yang kurang berarti.




DAFTAR PUSTAKA

Hendricks, Howard G (2011), Mengajar untuk Mengubah Hidup, Colorado, PT Gloria Usaha Mulia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pertumbuhan dan Perkembangan Anak

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ANAK     Seorang anak bukan merupakan orang dewasa dalam bentuk kecil, karena ia mempunyai...